Komaruddin Simanjuntak terima Pataka PERTINA Foto: gerakita.com
Tantangan Berat PP PERTINA di Depan Mata
Tinjuindonesia.com — PP PERTINA telah melaksanakan kongres empat tahunan tepat di penghujung 2020: 30/12 sore hingga 31/12 dinihari. Ini kongres bersejarah karena baru pertama kali diadakan secara virtual. Meski penuh dinamika, namun secara demokratis telah memilih Mayjen TNI (Purn) Komaruddin Simanjuntak M.Si sebagai Ketua umum PP PERTINA periode 2020-2024 (2021-2025 sesuai SK KONI Pusat nantinya). Selamat kepada Pak Komaruddin Simanjuntak atau lebih dikenal Pak KS! Selamat Bekerja!
Terima kasih kepada Irjen Pol. Drs.Johni Asadoma M.Hum yang telah memimpin, mengabdi, berkorban dan berkontribusi positif bagi perkembangan dan kemajuan prestasi tinju amatir Indonesia selama periode 2016-2020.
Kongres telah usai dan proses pergantian pemimpin berlangsung demokratis. Mari, kembali bersatu menatap masa depan PERTINA dengan penuh optimisme meski penuh dengan tantangan berat di tengah pandemi covid-19. Ini tentu menjadi harapan besar komunitas/insan tinju amatir Indonesia di pundak Pak KS.
Tugas dan tanggung jawab yang diemban KS memang berat. Agar tak semakin berat bebannya, perlu segera konsolidasi dan pembenahan organisasi agar tak terjadi pengkotak-kotakkan bahwa Pengprov PERTINA ini dan itu mendukung KS atau mendukung JA. Bersatu dan bergandeng tangan dengan satu kacamata menjadi kunci untuk: terus membangun dan memajukan prestasi tinju amatir Indonesia.
Moto PERTINA adalah ‘Satria di atas Ring, dan di luar Ring.’ Menang atau kalah di atas ring hal biasa, tapi di luar ring kita adalah keluarga besar tinju (boxing likes a family). Berjiwa besar, tak perlu ada dendam, atau berprasangka diantara kita. Kita wajib melihat ke depan dengan kebersamaan. Ini sejalan dengan nilai-nilai luhur yang diajarkan olahraga (tinju): Sportivitas dan persaudaraan. Dan, selaras dengan pernyataan Presiden AIBA yang baru Umar Kremlev: kekuatan AIBA (tinju amatir) ada pada persatuan, soliditas, dan solidaritas.
Agar kepemimpinan KS lebih efisien dan efektif, perlu menempatkan personil-personil yang cakap, memahami tinju atau anatomi PERTINA, memahami manajemen pembinaan, berintegritas, mau mengabdi dan berkorban, tidak memiliki kepentingan pribadi atau kelompok, dan punya hati yang tulus untuk membangun, mengembangkan, dan memajukan prestasi tinju amtir Indonesia.
Struktur kepengurusan sebaiknya dirampingkan dan disesuaikan dengan reformasi AIBA yang tengah dilakukan atau mengacu pada statuta AIBA. Bidang-bidang yang ada perlu disesuaikan dengan komite-komite yang ada di AIBA. Tidak perlu banyak orang duduk dalam satu bidang atau komisi/komite, cukup satu atau dua personil yang tepat dengan kapasitas dan kompetensinya.
Disamping dua hal penting di atas, berbagai multi-event sudah di depan mata. Adalah Olimpiade Tokyo 2020 yang diundur ke 2021 karena pandemi covid-19. Indonesia telah gagal meloloskan empat petinjunya di babak kualifikasi Olimpiade zona Asia-Oceania pada 3-11 Maret 2020 di Amman, Yordania. Masih ada zona tersisa tapi sangat berat adalah zona world di Paris, Prancis, 13-24 Mei 2021.
Rentang waktu yang tak lama lagi menghadapi zona world, perlu persiapan yang intensif, meski sejak tahun lalu para petinju telah dipersiapkan secara khusus. Pandemi covid-19 tak memungkinkan para petinju dibawah keluar negeri untuk try out atau training camp. Pun untuk mencari lawan latih tanding dalam negeri saja tak gampang. Jelas ini tantangan terberat untuk meloloskan para petinju ke Olimpiade Tokyo.
Seusai Olimpiade Tokyo, SEA Games ke-31 Vietnam 2021 (21 November-2 Desember di Hanoi) sudah menanti. Di SEA Games terakhir Filipina 2019, Indonesia tak kebagian satu pun medali emas. Dari sembilan petinju yang diterjunkan (6 putra dan 3 putri), hanya merengkuh dua perak dan empat perunggu. Berbicara cabang tinju Vietnam, kini telah menjadi kekuatan baru dan menjadi saingan bagi Thailand dan Filipina yang selama ini mendominasi Asia Tenggara. Prestasi tinju Indonesia yang naik turun, bukan lagi ancaman bagi mereka. Apalagi Vietnam sebagai tuan rumah SEA Games nantinya.
Tahun depan, kita dihadapkan dengan Asian Games ke-19 yang akan dilaksanakan di Hangzhou, Cina, 10 September-25 September 2022. Ini menjadi ujian sesungguhnya bagi PP PERTINA yang saat itu hampir memasuki dua tahun masanya. Perlu diingat, saat Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games 2018 saja, kita hanya merengkuh dua medali perunggu (Huswatun Hasanah dan Sunan Agung Amoragam).
Untuk menghadapi SEA Games Hanoi dan Asian Games Hangzhou, perlu mempersiapkan program persiapan dan program latihan mulai sekarang. Jangan menjelang event mau berlangsung atau menunggu anggaran turun dari Kemenpora baru kasak-kusuk mempersiapkan para petinjunya. Maka, perlu segera dibuatkan program jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
Pendanaan untuk multi-event (SEA Games, Asian Games, dan Olimpiade), PP PERTINA tak perlu pusing. Sebab, semua biaya dan peralatan tim (petinju, pelatih, manajer, medis, dan administrator) mulai dari persiapan (pelatnas, try out, training camp) hingga pertandingan ditanggung pemerintah (Kemenpora). Apalagi semua biaya langsung di transfer ke rekening cabang olahraga (cabor) masing-masing (PP PERTINA) sehingga mempermudah proses pembiayaan Pelatnas dan lain-lain.
Itu sebabnya, tuntutan Pemerintah kepada semua cabor adalah meraih prestasi terbaik. Itu menjadi tolok ukur kemajuan pembinaan prestasi yang dilakukan cabor. Bila mencapai target Pemerintah akan mendapat predikat Prioritas 1, prioritas 2, prioritas 3, dan seterusnya. Tinju pernah masuk prioritas 1 ketika tiga petinju Indonesia mencapai babak Delapan Besar Olimpiade: Ferry Moniaga (Olimpiade Munich 1972), Albert Papilaya (Olimpiade Barcelona 1992), dan La Paene (Olimpiade Atlanta 1996).
Atau ketika petinju Indonesia lolos ke Olimpiade atau meraih emas di Asian Games (Wiem Gommies 2 kali, dan Pino Bahari). Pun meraih medali emas lebih dari satu di SEA Games. Seiring dengan raihan prestasi tinju yang tak stabil, peringkat tinju di Kemenpora pun naik turun. Pernah berada di prioritas 1, tapi pernah turun ke-2, bahkan ke-3. Sekarang konon kabarnya kembali ke prioritas 2.
Untuk meraih prestasi terbaik di multi event tersebut memang tidak bisa instan, tapi by design. Maka, perlu menerapkan sport science seperti keinginan Menpora Zainudin Amali. Secara umum Sport Science menyangkut berbagai hal: kepelatihan, fisik, kedokteran, fisioterapi dan rehabilitasi, relaksasi, gizi, psikologis, dan peneliti (researcher). Tujuannya adalah mewujudkan sebuah program latihan untuk membentuk skuat yang fit, bugar, dan bebas cedera dalam menghadapi event.
Untuk mendukung semua itu harus ada tempat latihan yang permanen, dan sarana latihan yang memadai. Selama ini PP PERTINA terkendala dengan persoalan itu. Apalagi semenjak kantor PP PERTINA dan tempat latihan di Pintu VI Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, dibongkar karena untuk persiapan Asian Games 2018, maka PP PERTINA tak punya tempat latihan permanen, termasuk kantor PP Pusat.
Jika pengurus sekarang bisa menyediakan tempat latihan tetap dan kantor tetap PP PERTINA, tentu menjadi sumbangsih besar bagi PERTINA. Itu akan menjadi warisan bagi generasi ke depan dan akan selalu dikenang sepanjang masa.
Bila multi-event dibiayai penuh Pemerintah, maka tidak berlaku bagi single event. Untuk single event, semua cabor harus mendanai sendiri. Misalnya di tinju: kirim petinju ke Kejuaraan Dunia Elite (man-women) AIBA, Junior, Youth; Kejuaraan Asia Elite (man-women) ASBC, Junior, Youth; dan berbagai open tournament seperti President’s cup di Indonesia (bikin biaya sendiri), King’s Cup di Thailand, dan lain-lain. Pun di dalam negeri: Kejurnas Elite (pria-wanita), Yunior, Youth, Sarung Tinju Emas, Piala Wakil Presiden, dan lain-lain. Semua event tersebut dibiayai PP PERTINA.
Pun biaya operasional kantor dan lain-lain, termasuk untuk memperlancar roda organisasi dalam negeri, maupun berhubungan dengan luar negeri ( AIBA dan ASBC untuk tinju) menjadi tanggung jawab masing-masing cabor. Maka, disini dibutuhkan kreasi masing-masing cabor untuk mencari pembiayaan sendiri.
Pembinaan di daerah diserahkan ke daerah masing-masing, PP PERTINA hanya memberi support, misalnya peralatan latihan yang dibutuhkan, dan biaya untuk menyelenggarakan event di daerahnya. Untuk meningkatkan kualitas atau kompetensi pelatih dan Wasit/hakim, dan lain-lain, perlu ditingkatkan sesuai dengan standar dan prosedur yang sudah biasa dilakukan. Itu pun harus disesuaikan dengan kebutuhan AIBA, dan kini AIBA membuat keputusan baru untuk kursus pelatih, wasit/hakim, dokter di sisi ring, cutman, dan manajer digratiskan.
Masih banyak hal dan tantangan lain belum terungkap disini. Tapi, inilah persoalan-persolan pokok yang akan dihadapi PP PERTINA baru. Mengurus PERTINA memang tak mudah. Apalagi bertekad mengembalikan kejayaan tinju amatir Indonesia. Maka, butuh pengorbanan, pengabdian, kesabaran, keuletan, kecerdasan, ketulusan, sportivitas, kebersamaan, dan kerjasama yang solid diantara semua komunitas tinju yang ada di pusat maupun di daerah.
Dengan visi dan misi KS, dan didukung dengan tim pengurus yang tangguh, solid, dan memahami problematika tinju Indonesia diyakini KS bisa mengembalikan marwah PERTINA pada masa kejayaannya, dan menyiapkan para atlet tinju amatir Indonesia menjadi juara Olimpiade. Semoga!
Oleh Martinez dos Santos – Wartawan Khusus Tinju
2 comments on “Tantangan Berat PP PERTINA di Depan Mata”
Semoga Ketua Umum yang baru mampu membentuk pengurus yang cekatan dan memahami prestasi tinju Indonesia. Sudah lama tinju amatir tanah air tidak bersinar lagi. Sudah lama tidak melahirkan para satria yang membanggakan. Viva Pertina!
Jayalah Tinju 🥊 kita🇮🇩