Jepang & Filipina Punya 5 Juara Dunia, Thailand 3, Indonesia?
Jepang, Filipina, dan Thailand saban tahun lahirkan juara dunia di berbagai kelas. Ini membuktikan industri tinju profesional di tiga negara Asia itu berjalan baik. Kondisi ini sangat bertolak belakang dengan negara-negara Asia lainnya yang aktif membina tinju pro seperti Korea Selatan, Cina, dan Indonesia.
Korea Selatan (Korsel) yang sempat diperhitungkan, kini bernasib sama dengan Indonesia dan Cina. Padahal, secara ekonomi, Korsel dan Cina adalah negara-negara kuat ketimbang Indonesia. Kini, tiga negara tersebut sama sekali tak punya juara dunia di empat badan tinju dunia yang bergengsi: WBA, WBC, IBF, dan WBO.
Bila kita menengok daftar juara dunia di empat badan tinju dunia itu terpapar, 5 juara dunia masing-masing berasal dari Jepang dan Filipina, sedangkan 3 berasal dari Thailand. Dari Jepang: Ken shiro (Terbang Yunior WBC), Hiroto Kyoguchi Terbang Yunior WBA super), Kosei Tanaka (Terbang WBO), Naoya Inoue (Bantam WBA reguler), dan Masayuki Ito (Ringan Yunior WBO).
Dari Filipina: Vic Saludar (Terbang Mini WBO), Jerwin Ancajas (Bantam Yunior IBF), Nonito Donaire (Bantam WBA super), Donnie Nietes (Bantam Jr WBO), dan Manny Pacquiao (Welter WBA reguler). Dan, dari Thailand: Wanheng Menayothin (Terbang Mini WBC), Thammanoon Niyomtrong (Terbang Mini WBA), dan Srisaket Sor Runvisai (Bantam Yunior WBC).
Jepang dan Thailand langganan juara dunia setiap tahun, bukan barang baru atau mengagetkan. Sebab, mereka punya sejarah yang panjang membina tinju pro. Sementara Filipina baru bangkit seiring dengan munculnya Manny ‘Pacman’ Pacquiao awal 2000-an. Semenjak itu lambat laun tinju pro di Filipina berkembang dengan baik. Mereka pun membenahi organisasi tinju pro dengan manajemen yang benar-benar profesional.
Sesungguhnya perkembangan tinju pro di Indonesia lebih duluan baik dari Filipina. Munculnya Thomas Americo di awal 1980-an, dan Ellyas Pical di pertengahan 1980-an, sempat diperhitungkan di kawasan Asia, bahkan Indonesia kian dikenal di dunia. Itu berlanjut hingga lahirnya juara-juara dunia seperti Nico Thomas, Mohamad Rachman, dan Chris John. Tapi, setelah itu, Indonesia kian merana dan tak punya juara dunia lagi hingga sekarang.
Apa yang salah? Banyak faktor yang membuat prestasi tinju pro Indonesia sulit berkembang. Antara lain, mereka yang berkecimpung di dunia tinju pro tidak memahami benar arti tinju profesional. Sehingga pengelolaan tinju pro masih bersifat amatiran dan sporadis. Jika dikelola dengan baik dan manajemen yang profesional, tinju pro bisa jadi lahan pekerjaan atau industri yang bisa diandalkan. Sebab, atmosfir tinju di Indonesia sangat menjanjikan.
Banyaknya organisasi tinju pro di Indonesia (KTI, ATI, KTPI, FTI, FTPI) belum memberikan solusi yang baik bagi pekembangan tinju di Indonesia. Meski tugas pokok mereka hanya memfasilitasi ofisial ring — tidak ikut proses bisnis — tapi paling tidak ikut mendorong lahirnya promotor-promotor baru, manajer-manajer baru, dan memberi pemahaman-pemahaman tentang pengelolaan tinju pro yang baik dan benar kepada setiap insan tinju pro.
Bila kondisi ini terus dibiarkan, tak segera dibenahi, dan tak ada yang mau peduli, maka Indonesia hanya akan terus melihat keperkasaan Jepang, Filipina, dan Thailand. Apalagi dengan berkembang pesatnya olahraga tarung bebas, bukan tak mungkin tinju pro Indonesia kian tenggelam. Ayo! Mari kita benahi bersama-sama!
***