Martinez dos Santos

Masih Mampukah Daud Yordan?

Namun kekalahan Daud dari petinju Inggris Anthony Crolla, 10 November lalu di Manchester, Inggris, menimbulkan kekhawatiran masyarakat Indonesia, khususnya publik tinju. Apakah Daud masih bisa berkompetisi lagi untuk merebut gelar juara dunia. Apalagi usia Daud yang kian bertambah dan persaingan di kelas ringan (61,2 kg) sangat ketat dengan adanya juara-juara tangguh seperti Vasyl Lomachenko (WBA), Mikey Garcia (WBC dan IBF), dan Jose Pedraza (WBO).

Jika melihat penampilan Daud saat melawan Crolla, kita tak perlu pesimistis. Daud masih punya kemampuan luar biasa dan harapan besar untuk juara dunia. Karena kekalahan Daud bukan karena faktor teknis, tapi non-teknis. Secara teknis dan mental, Daud bertarung luar biasa. Ia memberikan perlawanan gigih kepada Crolla dihadapan puluhan ribu penonton di Manchester Arena yang hampir semua pendukung Crolla.

Publik tidak begitu antusias melihat penampilan Crolla. Dan, saat pengumuman pun mereka tidak terlalu bergembira menyambut kemenangan angka mutlak petinjunya. Justru Daud mendapat banyak ucapan penonton bahwa dirinyalah semestinya menang. Secara kasat mata pun, paling tidak, hasilnya seri (draw). Sebab, tak ada petinju yang mendominasi jalannya duel.

Tapi begitulah dunia tinju dan bukan rahasia umum lagi — bila bertanding di kandang lawan — jika tidak mampu menjatuhkan lawan, maka sulit sekali meraih kemenangan angka. Daud mengakui hal itu, sehingga cukup legowo menerima hasil tersebut. Kekalahannya lebih dominan faktor non-teknis.

Berkaca dari hasil itu, secara teknis Daud masih mampu bersaing untuk merebut gelar juara dunia. Asalkan Daud mau ditangani dengan baik, serius, dan profesional. Tak bisa membiarkan Daud ‘seperti’ berjalan sendiri mencari lawan, pelatih, dan lain-lain. Kondisi seperti ini sudah pasti mengganggu konsentrasi latihan karena tidak fokus.

Daud juga butuh promotor yang berani menggelar pertarungannya kembali di Indonesia. Sebab, dari berbagai pertandingan yang dilakoninya di luar negeri tidak menghasilkan sabuk juara dunia bergengsi yang kita harapkan: WBC, WBA, IBF, dan WBO. Bila kita mengharapkan Daud jadi juara dunia, maka pertarungannya harus digelar di Indonesia.

Ingat, dalam sejarah tinju pro Indonesia, Ellyas Pical juara dunia kelas bantam yunior (52,2 kg) IBF direbut di Jakarta (1985), Nico Thomas juara dunia kelas terbang mini (47,6 kg) IBF direngkuh di Jakarta (1989), Mohamad Rachman jadi juara dunia kelas terbang mini IBF di Jakarta (2004), dan ketika Rachman meraih sabuk juara dunia kelas terbang mini WBA di Bangkok, Thailand, tahun 2011, menang KO di ronde 9 atas petinju tuan rumah Ekkawit Songnui. Dan, Chris John pun juara dunia kelas bulu (57,1 kg) WBA diperoleh di Kuta, Bali, tahun 2003.

Ini bisa jadi acuan kita bila masih manaruh harapan besar terhadap Daud ataupun petinju-petinju Indonesia lainnya yang punya potensi untuk jadi juara dunia. ***

13 November 2018

ANDA MENJAGOKAN SIAPA

DUEL PERTAMA TIBO MONABESA MEMPERTAHANKAN GELAR KELAS TERBANG YUNIOR WBC INTERNATIONAL, ANDA MENJAGOKAN SIAPA?

View Results

Loading ... Loading ...

APA KOMENTAR ANDA?
ANDA MENJAGOKAN SIAPA?

Silakan berkomentar dengan baik dan mendidik tanpa mengandung unsur-unsur SARA. Redaksi berhak mengedit dan tidak meneruskan komentar yang tidak layak untuk dipublikasikan.

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>